Minggu, 05 April 2009

Jangan sampai persepsi kita bisa mengalahkan kenyataannya

Sore ini saya pulang berlibur dari Bali dengan istri dan anak saya yang mengambil cuti tahunan di pulau seribu pura

Kamis pagi kami tiba disana dengan menumpang maskapai nasional yang lagi naik daun dengan umur pesawat dan ketepatan routenya, X Air, kami menginap dihotel W di jalan melasti. Sayangnya tidak seperti yang kami bayangkan, terlalu jauh dari pantai dan pusat keramaian Kuta area. Dari segi jarak sebetulnya tidak terlalu jauh, pikiran kami terkalahkan oleh rasa yang sudah kami bayangkan sedari Jakarta.

Siang itu kami putuskan untuk mencoba menjalani perjalanan kaki melalui pantai Legian ke arah pantai Kuta, disengat sinar mentari, untungnya karena jam 14 siang kujumpai pemandangan yang sangat "menarik" banyak milk factory bertebaran sepanjang pantai baik yang masih tutup ataupun yang sudah buka. Tak Terasa kami sudah sampai di bilangan McD, dan kami meneruskan ke sebuah supermarket nasional yang bikin Bali makin panas itu, untuk mencari keperluan selama di Bali. Ya kami menikmati hari itu, dari makan, jalan-jalan hingga berenang di pantai maupun di hotel.

Hari Jumat kami nikmati di Nusadua, kami mengunjungi tempat yang baru kali ini kami singgahi, Water Blow, sebuah tempat paling selatan dari pulau Bali yang memperlihatkan betapa perkasanya air yang mengasah karang yang ditabraknya sehingga tecipta karang-karang yang sangat runcing menjadi serentetan ranjau yang siap menerkam siapapun yang terjatuh dari bbiir jalan.

Kami pulang diguyur hujan lebat sore itu, sesampainya dirumah, saat itulah ceita ini bermula. Anak kami mengeluh telinganya sakit dan mau nggak mau kami mencari rumah sakit terdekat. Ternyata cukup susah untuk mendapatkan rumah sakit spesialis anak yang memadai di daerah Kuta, setelah berputar-puta kami pun mendapatkan informasi 1(satu) rumah sakit didaerah Teuku Umar Denpasar dari seorang temen di Jakarta. Kami putuskan untuk datang hari Sabtu karena hari sudah malam.

Perasaan kami berkecamuk, liburan yang dirindukan menjadi mencekam oleh keluh kesah anak kami sepanjang malam, yang berdesah tanpa henti hingga pagi hari. Kami pun bergegas pagi itu mencapai teuku umar, dan betapa kagetnya kami bahwa anak kami terkena infeksi digendang telinganya, hingga dilarang terbang hingga sembuh, hingga kami pun meminta rujukan untuk konsultasi ke dokter THT, kekhawatiran selanjutnya berlanjut antara kesehatan anak dan hilangnya materi untuk pembelian tiket. Hari itu kami jalani dgn perasaan gundah-gulana.

Malam hari tiba kami pun kembali ke Denpasar mengunjungi klinik THT yang dirujuk diseorang dokter SPA, setelah kembali dari hotel W di kuta, dan betul bahwa kami harus menunda penerbangan ke Jakarta.

Malam kian gelap, kami lanjutkan perjuangan malam itu dgn bergegas ke Bandara Ngurahrai untuk merubah jadwal penerbangan kami, yang ternyata hanya ada 1 staff yang sedang telepon dibalik loket yang sudah tutup itu yang tidak menghiraukan kegalauan kita malam itu. Setelah kami mengontak call center di Jakarta dengan hasil nihil, kamipun memutuskan untuk datang ke bandara lagi besok pagi.

Setelah menikmati malam dengan tetap menggenggam rasa cemas, pagi jam 7 saya ke bandara untuk merubah jadwal terbang, ternyata perubahan tidak bisa dilakukan karena sudah kurang dari 24 jam keberangkatan, kalau mau mesti dibatalkan dan beli tiket baru, dengan pengurangan harga 525.00 saja untuk 3 orang.

Saya terpaku lama, setelah berdiskusi diantara keluarga, kamipun mengambil jalan kedua, untuk tetap pulang ke Jakarta, dengan beberapa langkah kontingensi plan seperti disarankan oleh Prof Suwardhana spesialis THT di rumah sakit Kasihibu.

Alhamdulilah kami terbang dengan selamat sampai di Jakarta sore ini

Hingga saya akhirnya bisa kembali menyelami perjalanan 3 hari kami, yang untungnya masih kami nikmati disela-sela kepanikan kami.

Kami masih bisa mampir di bypass saat hujan untuk menikmati Nasi padang dan menemukan quicksilver 80 % less pay hari Kamis saat pulang dari Nusadua, kami masih bisa menemukan kacang Rahayu sepulang kami dari Bandara hari Sabtu malam itu, kami masih bisa menyuapkan antibiotik anak kami di salah satu restoran pizza dipinggir pantai Kuta sambil bermalam Minggu dan kami masih bisa menikmati indahnya pantai Legian di Minggu pagi tadi

Untungnya perasaaan kami tidak mengalahkan kenyataan yang kami bisa dapati, untuk tetap dapat berlibur walau dgn sedikit rasa cemas itu

Ya begitulah, saat kita mendapatkan musibah, cobalah untuk tetap dapat menikmati hari, karena kadang setelah musibah itu berlalu, rasa sakit itu tidak sehebat yang kita bayangkan saat kita mengalami

Jadi ayuk kita menikmati apapun yg bisa kita nikmati hari ini, Alhamdulillah!

salam, robby

Tidak ada komentar:

Posting Komentar