Selasa, 31 Januari 2012

Relatfitas dari rasa bersyukur

Pada saat saya masuk sekolah dasar di dalam dusun saya ada beberapa siswa yang sebaya, untuk sebuah dusun memang biasanya teman sebaya itu tersedia cukup banyak, tidak seperti kehidupan di kota saat ini, yang setiap keluarga mungkin hanya kenal kurang dari 10 tetangganya. Dikampung saya lebih dari 10 anak masuk SD berbarengan dengan saya.

Namun hanya ada satu anak yang sempat membuat saya perlu bersaing, hal itu karena dia tetangga dekatku dan dia mempunyai sesuatu yang saat itu cukup dibilang barang mewah, yaitu sebuah sepatu bekas. Ya betul hanya sebuah sepatu bekas yang dikirimkan oleh kerabatnya yang ada di kota, sudah cukup membuat hati saya penuh persaingan, karena kami semua sekolah dengan telanjang kaki setiap hari.

Namun setelah berjalannya waktu ternyata tidak pakai sepatu ada enaknya juga, ketika hujan tiba kami dengan bebas berlarian main dengan jalanan yang penuh lumpur, sementara teman saya harus berjalan berjingkat-jingkat untuk menghindari kotornya jalan dusun.

Ya begitulah saat itu kami tetap merasa sebuah sepatu bekas begitu bernilai hingga membuat kami harus menandingi dengan cara tidak mengajak main bola ataupun main air bersama. Padahal untuk ukuran hari ini, cukup butuh keberanian ekstra untuk menderma dengan sebuah sepatu bekas, kalau tidak mau dikatakain pelit, ya kan.... nikmat mana lagi yang perlu kita dustakan.

Tetap bersyukur

salam,
robby